Jakarta, Lemah syahwat atau yang juga dikenal dengan impoten, merupakan salah satu bagian dari disfungsi ereksi yang tabu untuk dibicarakan. Tapi banyak keyakinan yang dipercaya masyarakat seputar disfungsi ereksi ternyata hanyalah mitos.
Sebelumnya telah dibahas beberapa mitos seputar lemah syahwat berdasarkan hasil survei Asia Pacific Sexual Health and Overall Wellness (AP SHOW) yang dilakukan di 13 negara terhadap 2016 pria dan 1941 wanita pada bulan Mei sampai Juli 2008.

Seperti dilansir dari AP SHOW Global Survey, Kamis (10/6/2010), berikut beberapa mitos lainnya seputar disfungsi ereksi:

1. Mitos: Disfungsi ereksi adalah 'berada di kepala'
Fakta: Sekalipun disfungsi ereksi memiliki penyebab psikologis, misalnya karena cemas, stres, perasaan bersalah tentang seksual, masalah dalam hubungan, perasaan terhadap pasangan dan depresi, tapi kini diketahui sekitar 80 persen permasalah memiliki sebab yang berhubungan dengan masalah fisik.

2. Mitos: Disfungsi ereksi adalah problem fisik semata
Fakta: Disfungsi ereksi adalah masalah kompleks, gabungan antara kognitif, perilaku, emosi, sosial dan komponen fisik. Penyebab utama disfungsi ereksi adalah fisik atau psikologis.
Problem fisik contohnya kondisi pembuluh darah, efek alkohol yang berlebihan, efek samping pengobatan, diabetes, fungsi saraf yang abnormal, kekurangan hormon, operasi pengangkatan prostat karena kanker dan merokok. Kondisi yang berkaitan dengan fisik ini bisa diobati. Disfungsi ereksi dengan kasus psikologis hanya sekitar 20 persen.

3. Mitos: Kesulitan ereksi akan berlalu
Fakta: Disfungsi ereksi adalah persoalan medis dengan solusi pengobatan. Sama halnya dengan terapi yang harus diterima untuk mengobati kondisi seperti tekanan darah tinggi, disfungsi ereksi juga harus diobati. Bila dibiarkan dapat menimbulkan konsekuensi psikologis, termasuk perasaan malu, kehilangan atau minder.

4. Mitos: Disfungsi ereksi tidak berpengaruh pada kesehatan dan mulai belajar menerima kondisi tersebut
Fakta: Disfungsi ereksi bisa menjadi sumber stres emosi yang mengarah pada minder, kehilangan atau menurunkan rasa percaya diri, kecemasan, dan depresi.

5. Mitos: Disfungsi ereksi hanya mempengaruhi pria
Fakta: Jika disfungsi ereksi tidak diatasi dengan seksama, pasangan dalam berhubungan juga akan merasakannya. Kecenderungan untuk menghindari kontak seksual seringkali menyebabkan pasangan merasa tidak lagi dicintai, tidak diinginkan dan tidak menarik lagi.

6. Mitos: Pria harus mengunjungi dokter berulang kali sebelum akhirnya memulai terapi
Fakta:
Dalam beberapa kasus, konsultasi tunggal mungkin merupakan hal yang terjadi pada pria yang langsung memulai terapi atas kasus disfungsi ereksi yang dialaminya.

7. Mitos: Tidak ada gunanya mencari pengobatan karena disfungsi ereksi tidak mudah diobati
Fakta: Pada sebagian besar kasus, disfungsi ereksi bisa secara sukses diobati. Karena itu penting untuk para pria mencari pertolongan dokter, sehingga mereka bisa menolong diri sendiri, pasangan dan menyelamatkan hubungan dari kegagalan.

8. Mitos: Mencari pertolongan untuk kesulitan ereksi meliputi tes yang memalukan dan tidak nyaman
Fakta: Meskipun seringkali memalukan untuk pria membicarakan masalah seksual dengan dokternya, mencari pertolongan untuk disfungsi seksual bisa cukup bermanfaat. Dokter biasanya melaksanakan sejarah kesehatan seiring sejarah seksual, dan akan menanyakan beberapa hal terkait gaya hidup. Hanya beberapa pemeriksaan standar kesehatan yang biasanya dibutuhkan, seperti tes laboratorium darah dan urin. Tes ini membantu mengidentifikasi beberapa kasus medis yang mungkin membutuhkan terapi.



Merry Wahyuningsih - detikHealth



Related Post:

0 comments:

Post a Comment

Please,Leave your best comment,thank you

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...