Istimewa Sebagai Ketentuan Sejarah

Suatu peristiwa sejarah dikatakan sebagai suatu hal yang unik. Dikatakan unik karena ’hanya’ terjadi pada waktu tertentu dan di tempat tertentu. Hakekatnya, peristiwa sejarah tidak akan terulang kembali.

Dilihat secara spasial, setiap daerah memiliki peristiwa yang mengandung keunikan.  Dalam bahasa populer dapat dikatakan bahwa setiap daerah mesti memiliki peristiwa istimewa, baik bagi daerahnya maupun dalam konteks yang lebih luas. Demikian juga dengan Yogyakarta. Sejak berdiri tahun 1755 banyak peristiwa istimewa terjadi di Yogyakarta. Bukan hanya berdampak bagi Yogyakarta sendiri tetapi banyak peristiwa istimewa yang menghiasi perjalanan sejarah Indonesia. Banyak peristiwa istimewa dari Yogyakarta yang berimbas bagi Indonesia, atau peristiwa yang benihnya ditabur di Yogyakarta kemudian tumbuh di persada Indonesia, dan bahkan banyak peristiwa di Yogyakarta yang menjadi penentu bagi perjalanan panjang sejarah Indonesia.

Terbentuknya Daerah Istimewa Yogyakarta pun tidak lepas dari peristiwa istimewa yang terjadi di Yogyakarta. Pernyataan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII yang kemudian dikenal dengan Amanat 9 September 1945 dan Maklumat 1946 yang mempertegas sikap Sri Sultan HB IX untuk berdiri di belakang RI  adalah suatu peristima istimewa yang kemudian menjadikan Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa. 

Negari Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan fakta tentang sebuah kedaulatan yang tidak pernah goyah oleh tangan penjajah. Yogyakarta pun banyak memberi kontribusi untuk tegaknya Negara Indonesia. Sungguh ironis, ketika penjajah saja menempatkan Yogyakarta sebagai negara berdaulat justru kita akan meruntuhkan keistimewaan yang lahir dari ketentuan sejarah.

Demokrasi dan Otonomi


Daerah Istimewa Yogyakarta bukan sekedar ada tetapi memberi arti atas keberadaannya. Tentu, bukan hanya untuk Yogyakarta tetapi juga untuk Indonesia, bahkan untuk dunia. Demokrasi, otonomi, kesetiakawanan sosial, dan banyak hal penting lain yang benihnya ditabur dari Yogyakarta lalu menyebar di Indonesia.

Sebelum Pemilihan umum dilaksanakan secara nasional tahun 1955, Yogyakarta telah mempelopori bagi model demokrasi. Sejarah mencatat, dari model acungan  dalam pemilihan pamong desa, sampai pemungutan suara yang lebih modern adalah tradisi dari demokrasi rakyat Yogyakarta. Demikian pula otonomi desa yang dilaksanakan di Yogyakarta adalah fakta bagi munculnya otonomi daerah yang tergores indah dalam catatan sejarah bangsa.  

Daerah Istimewa Yogyakarta


Terbentuknya Daerah Istimewa Yogyakarta, bukan secara kebetulan, bukan pula karena kemauan rakyat Yogyakarta, tetapi karena ketentuan sejarah. Perjalanan panjang sejak Pangeran Mangkubumi berjuang melawan ketidakadilan dan penjajahan, kemudian bertahta di Kasultanan Yogyakarta adalah titik awalnya. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia menjadi momentum penting bagi terbentuknya Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Amanat dan Maklumat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII adalah pengukuhan jiwa keindonesiaan yang telah tertanam sejak Sultan Agung. Fakta itulah yang kemudian negara menempatkan Yogyakarta sebagai Daerah istimewa setingkat propinsi. Sudah tentu keistimewaan tersebut bukan sekedar nama tetapi memiliki kekhususan dibanding propinsi lain.

Penetapan Kepala Daerah


Hal yang perlu diluruskan adalah tentang penetapan gubernur dan wakil gubernur. Menurut perundang-undangan di DIY hanya dikenal Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Hal ini merupakan salah satu konsekuensi dari keistimewaan Yogyakarta. 

Setelah Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan kemudian Sri Paku Alam VIII wafat, terjadi ketidakpastian tentang Kepala Daerah dan Wakilnya. Sudah tentu kondisi ini dikarenakan banyak sebab. Benturan kepentingan dan penafsiran terhadap fakta sejarah yang berlainan adalah sebab lain. Walaupun akhirnya Sri Sultan Hamengku Buwono X dan kemudian Sri Paku Alam IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur dengan batasan masa jabatan. Setidak-tidaknya, gejolak sebagian kawula Ngayogyakarta dapat diredam, walau sesaat.

Dwi Tunggal

Yogyakarta Bagi yang memahami dan tidak ingin membelokkan sejarah, mesti menempatkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai figur penentu terbentuknya Daerah Istimewa Yogyakarta. Nasionalisme dan rasa keindonesiaan beliau mengalahkan kepentingan yang bersifat pribadi. Bukan karena ingin berkuasa atas Yogyakarta, bukan pula karena ingin ambisi pribadi, atau melanggengkan tahta di Yogyakarta. Akan tetapi konsep Tahta Untuk Rakyat merupakan tekat dari kedua pemimpin. Terbukti, tak terhitung aset Kraton dan Pura Pakualaman yang diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat. Entah di sektor pendidikan, kesehatan, sosial, atau sektor lain. Ketokohan Sri Sultan Hamengku Buwono IX bukan hanya untuk Yogyakarta tetapi juga untuk Indonesia, demikian juga Sri Paku Alam VIII.

Yogyakarta Bicara Fakta

Yogyakarta memainkan peran bagi Indonesia adalah fakta. Sejak berdirinya Ngayogyakarta Hadiningrat, bahkan sejak jaman Mataram. Lahirnya Republik Indonesia serta berbagai peristiwa penting untuk mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia banyak terjadi di Yogyakarta, hal ini tentu bukan suatu kebetulan. Tanpa peran pemimpin serta menyatunya rakyat tentu sejarah akan berkata lain. Atas peran tersebut, Yogyakarta bukan ingin dihargai tapi hanya ingin jangan ada fakta sejarah yang disembunyikan atau jangan ada sejarah yang dijungkirbalikkan.



sumber :Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY



Related Post:

0 comments:

Post a Comment

Please,Leave your best comment,thank you

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...