Cemas menyergap. Anggota tim penyelamat yang kebanyakan mengenal Mbah Maridjan khawatir pada keselamatannya. Setelah aksi Merapi mereda, 20 anggota tim berangkat menuju Kinahrejo. Sekitar 800 meter dari tujuan, rombongan tak bisa masuk. Banyak pohon tumbang melintang. Mereka meminta bantuan posko SAR di Gondang, satu kilometer dari situ, untuk membawakan gergaji mesin. "Setelah jalan terbuka, kami bergerak," kata Ferry Ardyanto, anggota tim SAR.
Baru jalan beberapa meter, tim menemukan satu jenazah pria. Tim bergerak lagi dan menemukan dua orang selamat. Satu di antaranya mereka kenali: Udi Sutrisno, adik Mbah Maridjan. Ia akhirnya meninggal di rumah sakit karena luka bakar parah. Bergerak beberapa meter lagi, mereka menemukan pria renta selamat. Tim terus bergerak di jalan menanjak. Di perempatan jalan sebelum rumah Mbah Maridjan, mereka menemukan tiga mayat.
Mereka naik. Di situ bertemu dua orang yang masih hidup. Dari tempat itu, terdengar suara, "Tulung..., tulung...." Ternyata seorang perempuan yang seluruh bajunya terbakar, kulitnya melepuh. Mereka terus bergerak. Di satu rumah yang hancur, tim menjumpai, ya Tuhan..., jasad seorang ibu muda dalam posisi menyusui bayi yang baru berusia 35 hari. Dua makhluk tak bernyawa. Kelabu oleh debu. Di rumah itu, tim juga menemukan suami wanita itu ikut tewas. Juga orang tua dan kakek si perempuan.
Di depan pekarangan rumah Mbah Maridjan, anggota tim SAR, Martono Arbi Wibisono, mengucap salam dengan histeris. "Assalamualaikum," teriaknya berulang-ulang. Martono menangis. Ia terenyuh menyaksikan rumah si Mbah hancur. Pria 46 tahun ini mengenal sang juru kunci sejak remaja, ketika menjadi pencinta alam. "Hati saya bicara, Mbah sudah wafat," katanya. Tapi ia segera bisa menguasai diri.
Sebelum turun ke rumah Mbah Maridjan, yang lebih rendah dari jalan, tim dibagi jadi dua kelompok. Satu kelompok dipimpin Capung Indrawan, bertugas menyisir masjid di depan rumah. Mereka ingat letusan 2006, Mbah sedang di masjid. Ternyata ia tak ditemukan di sana. Perpustakaan masjid juga kosong.
Mereka menemukan jenazah Sarno Utomo, yang biasa menyerukan azan, dan Slamet Adi, adiknya. Mereka tinggal tak jauh dari masjid. Menurut Asih, anak Mbah Maridjan, Sarno dan Slamet, menjadi anggota jemaahnya pada petang itu. "Mereka tak terangkut karena mobil sudah penuh," katanya.
Satu kelompok lagi dipimpin Martono menyisir rumah. Tiba di halaman, mereka menemukan mayat di belakang mobil Suzuki APV. Mesin mobil tetap hidup, semua pintunya terbuka. Mayat ini langsung mereka kenali sebagai Yuniawan, sang wartawan. Di sebelah jenazah ada tas, di dalamnya tiket pesawat Sriwijaya Air Jakarta-Yogya atas namanya. Dalam tiket tertera, ia tiba dari Jakarta pukul 13.30 siang harinya.


sumber:Tempointeraktif



Related Post:

0 comments:

Post a Comment

Please,Leave your best comment,thank you

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...